Berdiri pada tahun
1960 di Desa Rawang Itek, Pantonlabu, Kecamatan Tanah Jambo Aye, Aceh Utara.
Dayah yang awalnya bernama Dayah Sabilussalam didirikan oleh salah seorang
ulama Aceh, Tgk H Muhammad Amin, setelah kembali dari menuntut ilmu di
Darussalam Labuhan Haji.
Dayah Sabilussalam
terus berkembang hingga era tahun 1970-an. Kala itu kesehatan Tgk H Muhammad
Amin yang terus menurun sempat membuat aktivitas belajar didayah tidak efektif.
Alhasil, santri pun mulai berkurang. Melihat kondisi itu pihak panitia dayah mulai
mencari inisiatif agar pusat pendidikan Islam di Pantonlabu terus berkembang.
Tahun 1975 setelah
Tgk H Muhammad Amin mangkat, kepemimpinan dayah digantikan oleh H Ibrahim
Bardan atau yang akrab disapa Abu Panton. Di tahun itu pula nama dayah berganti
menjadi Malikussaleh yang di ambil dari gelar seorang sulthan pada masa
kerajaan Samudera Pasai.
Dengan pengelolaan
yang baik dan pembenahan dalam segala aspek, akhirnya dayah berkembang pesat.
Pembangunan dayah sempat tersendat pada tahun 1990 akibat konflik politik yang
melanda Aceh. Namun lima tahun berikutnya, 1995, pembangunan dayah kembali
berlanjut dengan subsidi dari Pemerintah Daerah Tingkat I, Tingkat II, PT Arun
LNG serta lembaga lainnya.
Beberapa tahun
setelahnya, Kesehatan Abu H Ibrahim Bardan
pimpinan Dayah Malikussaleh kala itu mulai menurun hingga pada tahun 2013,
beliau pun wafat dan dikebumikan di dalam komplek Dayah Malikussaleh putra.
Sepeninggal Abu Panton tahun 2013, kepemimpinan dayah beralih kepada Istri
Beliau Ummi Hj Zainabon Hasan, yang di bantu oleh murid Abu Panton Tgk H
Baihaqi Yahya yang Menjabat sebagai Wadir Pertama, serta Tgk H Ibnu Hajar Yahya
sebagai Wadir Ke-dua di Dayah Malikussaleh hingga saat ini.
Dayah Malikussaleh
menerapkan sistem belajar Salafiah dengan rujukan kitab-kitab kuning yang pada
umumnya bermahzab Syafi’i. Sistem Pendidikan yang di terapkan di Dayah
Malikussaleh terbagi dalam beberapa tingkatan Kesetaraan (mu'adalah), yakni
Tsanawiyah (wustha), Aliyah ('ulya) dan Thautiah.
Khusus untuk
santri yang telah menyelesaikan pendidikan tingkat Aliyah ('ulya) hingga
tingkat Thautiah dapat melanjutkan Kuliah dengan mendaftarkan diri sebagai
Mahasantri di Ma'had Aly Malikussaleh pada saat pendaftaran Mahasantri baru
telah di buka.
Metode pendidikan yang diterapkan di Dayah
Malikussaleh adalah kewajiban mengikuti imtihan (ujian) dalam bentuk lisan
maupun tertulis, Metode tersebut berlaku untuk seluruh santri mulai dari
tingkat pertama (tajizi) hingga tingkatan kelas 7. Santri yang lulus ujian akan
mendapat penghargaan untuk naik ke jenjang berikutnya, sedangkan bagi santri
yang gagal akan tetap berada pada tingkat sebelumnya.
Untuk tenaga
pengajar atau dewan guru yang aktif mengajar di Dayah Malikussaleh akan
mendapat honorium perbulan. Dana tersebut bersumber dari Pemda Aceh Utara sejak
tahun 2002 hingga saat ini.
Selain mengajarkan
santri mondok, Abu Panton juga membuka kegiatan Majlis Ta’lim dan Manasik haji
untuk calon jamaah haji dari Kota Pantonlabu dan sekitarnya.
Setiap malam Jumat, dewan guru dan santri membaca Dalail-khairat serta mengadakan Muhadharah dalam Qabilah masing-masing yang dibagi sesuai dengan domisili santri dari berbagai daerah, acara tersebut dapat menjadi pelatihan bagi santri untuk mempersiapkan diri mengikuti lomba yang diadakan setiap memasuki bulan Muharram atau selesai ujian semester akhir. Disisi lain, Dayah Malikussaleh juga membentuk tim Lajnah Bahtsul Masail yang terdiri dari santri jenjang Tsanawiyah dan Aliyah dengan bimbingan dari Ketua beserta Anggota Dewan Mahasantri Asosiasi Ma'had Aly (DEMA AMALI) Malikussaleh, acara Bahtsul-Masail di adakan setiap malam jum'at akhir bulan bertujuan untuk menjawab masalah-masalah hadisah yang berkembang di tengah-tengah masyarakat untuk meningkatkan kemampuan santri dalam menghadapi segala problematika di masa mendatang.
Referensi : Dayah Malikussaleh
0 Comments