ABU UTEUN BAYU TEUNGKU ABDUL HAMID (1920 - 2008)
Beliau Terlahir Di tahun 1920 di Kampung di Ulee Glee, Nama beliau adalah Teungku Abdul Hamid bin Teungku Yahya, namun setelah menjadi seorang Ulama yang Sangat Berpengaruh Didaerah Pidie Jaya Khususnya Di Ulee Gle, beliau digelari dengan Sebutan Abu Uteun Bayu.
Uteun Bayu merupakan sebuah desa yang terdapat di Bandar Dua, Ulee Glee Kabupaten Pidie Jaya.
Sejak kecil Teungku Abdul Hamid Dikenal oleh teman-temannya sebagai seorang anak yang Cerdas dan Taat, nampak pada dirinya kepribadian yang saleh dan akhlak yang mulia, sehingga Beliau Dicintai oleh Guru dan teman-temannya. Selain itu, Teungku Abdul Hamid adalah anak yang tekun dan mandiri dalam belajar.
Disebutkan sejak masa belajar Teungku Abdul Hamid telah memiliki banyak kelebihan dan keutamaan. Pada saat beliau menjadi santri di Dayah Uteun Bayu yang dipimpin oleh seorang ulama besar Teungku Abdul Majid bin Teungku Abdurrahman telah nampak bakat keulamaannya. Ketika Teungku Abdul Hamid berada di kelas dua, beliau telah mampu membaca kitab-kitab yang dikaji oleh santri di kelas empat.
Sehingga tidak mengherankan pada saat beliau berada di kelas empat, Teungku Abdul Hamid telah mampu membaca kitab-kitab yang dikaji di kelas terakhir dayah tersebut. Demikian disebutkan diantara kecerdasan yang dimiliki oleh Teungku Abdul Hamid yang sering disebut dengan Abu Uteun Bayu.
Beliau Lama Belajar pada Teungku Abdul Majid hingga mengantarkan beliau menjadi seorang Alim yang mendalam ilmunya. Selain belajar pada Teungku Abdul Majid, beliau juga pernah belajar kepada Teungku Ali Rheung yang merupakan pelanjut kepemimpinan Dayah Teungku Chik Pantee Geulima.
Di dayah ini beliau mempelajari berbagai disiplin ilmu keislaman seperti ilmu Tauhid (teologi), Fiqh, Tafsir, Hadits, ilmu bahasa, Mantiq dan Tashawuf, khususnya dalam mazhab imam syafi’i.
Di dayah tersebut Abu Uteun Bayu juga menuntut ilmu agama Di bawah asuhan Abu Abdul Majid. Selain itu, Tgk H Abdul Hamid bin Yahya atau lebih akrab dipanggil dengan Laqab Abu Di Uteun Bayu adalah khathib Masjid Besar Al-Istiqamah Ulee Gle Pidie Jaya selama puluhan tahun (mungkin lebih 30 tahun). Abu di Uteun Bayu selalu merangkap sebagai khathib dan imam.
Sangat jarang diganti oleh orang lain. Karena konsistennya beliau merangkap sebagai khathib, maka materi khutbah jum'at sudah tersusun dalam satu kitab khusus yang selalu digunakan setiap khutbah. Tema khutbahnya sudah disesuaikan dengan hari dan bulan hijriyyah dalam setahun.
Bahkan Redaksi khutbah bahasa Arabnya selalu mengandung saja' (kesesuaian huruf akhir kalimat dalam tulisan natsar/prosa) yang berbeda beda antara satu Jum'at dengan Jum'at lainnya, sehingga para pendengar tertarik untuk menyimaknya.
AL-KISAH.
Setahun sekali, di kawasan pegunungan Lhok Gop Ulee Gle selalu di adakan doa bersama agar turun hujan saat petani akan memulai musim tanam. Abu di Uteun Bayu selalu menjadi tokoh sentral yang ditunggu kedatangannya untuk memimpin do'a dikawasan tersebut.
Menariknya, selesai berdoa dan masyarakat turun pulang ke kampung, hujanpun turun -dengan izin Allah- mengiringi kepulangan mereka. Para pihak yang bertikai dalam konflik Acehpun, sangat segan dengan beliau.
Demikian juga beliau disebutkan pernah belajar kepada salah seorang ulama di Samalanga yang disebut dengan Teungku Syekh Arongan Samalanga. Maka tidak mengherankan bila dalam usia mudanya Abu Uteun Bayu telah menjadi ulama muda yang luas keilmuannya.
Ulama lainnya yang juga lama menimba ilmu kepada Teungku Abdul Majid selain Teungku Abdul Hamid adalah Teungku Muhammad Ali Irsyad yang dikenal dengan Abu Teupin Raya. Abu Teupin Raya lama belajar di dayah Teungku Abdul Majid selama dua belas tahun setelahnya baru beliau belajar kepada Teungku Haji Usman Maqam dalam ilmu falak dan kemudian melanjutkan pendidikannya ke Kairo Mesir.
Sehingga Abu Uteun Bayu dan Abu Teupin Raya bisa dianggap sebagai dua orang murid Teungku Abdul Majid yang menjadi ulama besar dan panutan di wilayahnya masing-masing.
Selain ilmunya yang luas, beliau juga ulama yang sangat menjaga dirinya dari hal-hal yang bersifat duniawi. Beliau dikenal secara luas oleh masyarakat sebagai ulama yang zuhud, merasa cukup dengan apa yang telah dimilikinya.
Selain itu Abu Uteun Bayu juga ulama yang netral, tidak terlibat dalam bentuk politik atau partai manapun, walaupun banyak pihak yang berusaha ingin mengajak beliau bergabung di partainya. Sikap yang demikan merupakan pandangan yang menjadi ciri khas kepribadian Abu Uteun Bayu.
Karena kesederhanaannya dalam kehidupan, beliau dirasakan oleh masyarakat sebagai kebanggaan dan panutan bagi mereka. Walaupun beliau tidak berkecimpung di dunia politik, beliau memiliki afiliasi organisasi Ahlussunnah Waljama’ah yaitu al-Washliyah.
Sehingga dengan keikutsertaan beliau dalam organisasi ini, maka al-Washliyah termasuk organisasi yang digandrungi di kawasan Bandar Dua Ulee Glee. Karena memang pengaruh seorang ulama bagi masyarakat memiliki arti yang signifikan dan penting.
Tujuan beliau dalam berorganisasi ini adalah menerapkan makna dari Ahlussunnah Waljama’ah secara luas. Sedangkan para ulama besar lainnya seperti Abu Krueng Kalee dan Abuya Syekh Muda Waly memakai jalur organisasi PERTI yang juga sama dengan al-Washliyah secara prinsip yaitu menerapkan Ahlussunnah Waljama’ah.
Konsistensi yang ditunjukkan oleh Abu Uteun Bayu ini merupakan sikap yang berasal dari penerapan ilmu tasawuf dalam kehidupannya. Selain sebagai Ulama yang identik dengan pengamalan ilmu tasauf, beliau juga seorang yang faqih dan mendalam ilmunya.
Pendapat-pendapat hukum yang dikeluarkan oleh Abu Uteun Bayu umumnya pandangan Imam Ibnu Hajar al-Haitami pengarang Kitab Tuhfah dan ulama besar dalam Mazhab Syafi’i. Dalam mengeluarkan fatwa hukumnya Abu Uteun Bayu memiliki referensi yang memadai dan analisa tersendiri.
Sebagai ulama yang menjadi panutan masyarakat Pidie Jaya, beliau senantiasa menanamkan nilai-nilai spiritual yang tinggi dalam hidupnya. Beliau diibaratkan seperti ulama-ulama klasik yang disebut dalam kitab-kitab, pembawaannya tenang, sedikit bicara dan sangat menjaga makanannya serta rajin berpuasa dan bertahajud.
Hidupnya sederhana, zuhud, wara’ dan tidak suka dengan kemasyhuran sehingga tidak semua masyarakat Aceh mengenal figur ulama besar ini, namun demikian beliau adalah ulama yang selalu mengayomi masyarakatnya dengan doa dan fatwa-fatwa hukum yang bijaksana dan ilmiyah.
Beliau tidak membuka dayah seperti kebanyakan ulama lainnya, beliau hanya memiliki balai pengajian yang dihadiri oleh seluruh masyarakat Uteun Bayu. Abu Uteun Bayu bisa disimpulkan sebagai figur dan sosok panutan masyarakat klasik dalam makna sebenarnya.
Abu Uteun Bayu merupakan “guru besar” untuk masyarakatnya, ayah yang menjadi panutan mereka, guru yang membimbing mereka ke jalan selamat.
Abu Uteun Bayu,
Tentunya telah berkiprah dan berkontribusi dalam berbagai bidang bagi masyarakatnya, dengan kajian-kajian fikihnya yang mendalam, kajian dan pengamalan Tasaufnya yang begitu melekat dalam kehidupan Abu Uteun Bayu dan netralitas yang senantiasa beliau jaga dalam kehidupannya, serta usia yang panjang dalam ketaatan kepada Allah SWT tentu makin menambah kharismatik sang ulama tersebut.
Setelah Sekian Lama Mengawal Agama Dan Membimbing Umat, Maka di tahun 2008 wafatlah Abu Uteun Bayu Dalam usia 88 tahun.
Dengan Wafatnya Beliau Sukar-nya Mencari Pengganti Ulama Yang Ahli Tauhid Sekaliber Beliau.
Inilah kehilangan yang NYATA dan tidak Tergantikan adalah WAFAT-NYA Para Ulama.
"Wallahu A'lam Bis-shawab"
0 Comments