Kisah Ulama Aceh Penulis Kitab Hidayatul Awam, Jalaluddin Al-Asyi


Nanggroe Aceh memiliki Sejarah yang GEMILANG, Hingga Nanggroe Aceh dikenal sebagai Pusat ilmu pengetahuan dan kebudayaan.

Dengan Kehadiran ulama produktif dari dulu tidak pernah putus hingga awal abad ke-20 dan diteruskan oleh para Generasi Sesudahnya.
Terdapat banyak Ulama yang berkepribadian tinggi dan cerdas pada masa kesultanan Aceh Darussalam yang telah menghasilkan berbagi karya yang dapat dibaca hingga saat ini, Para Ulama Tersebut Adalah Syaikh Hamzah Fansuri, Syaikh Syamsuddin As-Samatra’i, Syaikh Nuruddin Ar-raniri, Syaikh Abdur Rauf As-Singkili, Syaikh Burhanuddin, Syaikh Faqih Jalaluddin Al-Asyi, Syaikh Muhammad Zain dan Para Ulama Lainnya.
Para Ulama Terdahulu Telah meninggalkan warisan intelektual berupa naskah-naskah dan kitab yang berisi berbagai macam ilmu pengetahuan dan kebudayaan terlebih tentang Islam Kepada Generasi Sududahnya. Naskah dan kitab yang di maksud adalah hasil sastra yang di tulis dengan tangan pada kertas dengan sastra JAWOE maupun Arab.
Naskah dan kitab Selain sebagai pedoman dalam menjalankan tatanan kesultanan juga sebagai rujukan dalam kehidupan sehari-hari khususnya masyarakat Aceh dan umumnya Nusantara.
Sejarah perjalanan seorang tokoh spiritual pada masa kesultanan Aceh Darussalam yang dipimpin oleh Baginda Sri Sultan Alauddin Johan Syah berdaulat mufti kesultanan Aceh Darussalam pada saat itu SYECH FAQIH JALALUDDIN AL-ASYI, beliau adalah seorang ulama dan juga pengarang kitab, salah satu kitab karangannya adalah “HIDAYAH AL-AWAM” pada menyatakan perintah Agama Islam yang berisi kajian fiqih Islam mazdhab Syafi’i.
Kitab “Hidayah Al-awam” terhimpun dalam bunga rampai bersama karangan ulama-ulama Aceh lainnya “Jam’u jawami ‘mushannafat’ ulama Aceh” yang di sunting oleh Syaikh Ismail Ibn Abd Al-muthallib Al-asyi diterbitkan di Kairo oleh makhtabah Musthafa Al-halabi pada bulan Muharram tahun 1344 H (1926 M).
Bunga rampai tersebut menghimpun sembilan karya ulama Aceh dari setiap abad, adapun “Hidayah Al-awam” karya Faqih Jalaluddin Al-asyi berada pada urutan pertama dalam bunga rampai tersebut.
Faqih Jalaluddin Al-asyi adalah anak Syaikh yang Arif Billah Syaikh Jalaluddin anak Qadhi baginda khatib, dimasa kecil beliau menuntut ilmu pada ayahnya sendiri setelah beranjak dewasa beliau menuntut ilmu pada beberapa ulama terkenal Aceh lainnya.
dalam sebuah kitab dirisalahkan beliau menerima tarekat Syathariah dan tarekat Qadiriah dari pada gurunya Arif Billah Baba Daud bin Ismail Al-awi bin Agha Mustafa Ar-rumi.
Memerhatikan sangat dekat hubungan antara Syaikh Faqih Jalaluddin dengan gurunya Baba Daud Al-jawi yang merupakan murid kepercayaan Syaikh Abdurrauf bin Ali Al-fansuri maka di yakini bahwa Syaikh Faqih Jalaluddin sempat pula menerima imu-ilmu dari Syaikh Abdurrauf bin Ali secara langsung.
Kemudian Faqih Jalaluddin Al-asyi melanjutkan studinya ke India dan Mekkah untuk memperdalam ilmunya, setelah itu beliau kembali ke Aceh sekembalinya dari menuntut ilmu beliau diangkat oleh Sultan Aceh yang pada saat itu Sultan Alauddin Maharaja Lela Ahmad Shah (1727 M – 1735) sebagai mufti kesultanan Aceh Darussalam dan kemudian beliau kembali diangkat sebagai Mufti pada masa dipimpin oleh Sultan Alauddin Johan Syah (1735 M - 1760).
Pada masa Sultan Alauddin Johan Syah berdaulat Syaikh Faqih Jalaluddin Al-asyi diminta oleh Sultan untuk menulis sebuah kitab fiqih dalam bahasa jawi (melayu) agar bisa dijadikan pedoman oleh umat muslim di kesultanan Aceh Darussalam dan wilayah Nusantara lainnya, memang telah ada dua kitab fiqih berbahasa melayu yang telah di tulis oleh ulama-ulama sebelumnya yaitu kitab “Al-shirath Al-mustaqim” yang ditulis oleh Syaikh Nuruddin Ar-raniri pada tahun 1054 H atau 1644 M atau pada masa pemerintahan Sulthanah Shafiyatuddin Tajul Alam (1641-1675 M) dan kitab “Mirat Al-thullab” yang ditulis oleh Syaikh Abdurrauf As-singkili di Tahun 1663 M pada masa pemerintahan Sulthanah yang sama.
Namun tampaknya Sultan juga ingin memiliki kitab fiqih yang aktual dan konstektual pada masanya, maka mufti kesultanan Aceh Darussalam yaitu Faqih Jalaluddin Al-asyi menuliskan sebuah kitab fiqih yang di beri judul “HIDAYAH AL-AWAM” yang berisi kajian fiqih Islam Madzhab Syafi’i.
Dimulai dengan kajian pengetahuan teologi Islam dasar yaitu tentang sifat-sifat yang wajib bagi Allah yang mustahil dan mungkin dan juga sifat-sifat yang wajib bagi Rasulluah yang mustahil dan yang mungkin, kemudian barulah kandungan kitab mengkaji pasal tentang bersuci dan shalat dengan segala rukun, syarat, kewajiban, kesunatan dan lain detilnya, dalam “HIDAYAH AL-AWAM” juga mengkaji tentang lainnya seperti zakat, puasa, haji, nikah dan talak.
Selain “Hidayah Al-awam” Faqih Jalaluddin Al-asyi juga menulis beberapa karya lainnya seperti “Al-manzhar Al-ajla Al-martabah Al-a’la” (1152 H atau 1739M) “Safinah Al-hukkam Fitalkhish Al-khisam (muharram 1158 H atau 1745 M) dan Asrar Al-suluk Ila Al-mala’ Al-mulum.
Dari semua karya Syaikh Faqih Jalaluddin Al-asyi kitab “Safinah Al-hukkam” yang menjadi karya terbesarnya, kitab ini pengembangan dari “Hidayah Al-awam” yang mengkaji ilmu fiqih islam dengan kajian dan pembahasan yang lebih luas dan dalam lagi.
Namun tampaknya Sultan juga ingin memiliki kitab fiqih yang aktual dan konstektual pada masanya, maka mufti kesultanan Aceh Darussalam yaitu FAQIH JALALUDDIN AL-ASYI menuliskan sebuah kitab fiqih yang di beri judul “HIDAYAH AL-AWAM” yang berisi kajian fiqih Islam Madzhab Syafi’i.
Dimulai dengan kajian pengetahuan teologi Islam dasar yaitu tentang sifat-sifat yang wajib bagi Allah yang mustahil dan mungkin dan juga sifat-sifat yang wajib bagi Rasulluah yang mustahil dan yang mungkin, kemudian barulah kandungan kitab mengkaji pasal tentang bersuci dan shalat dengan segala rukun, syarat, kewajiban, kesunatan dan lain detilnya, dalam “Hidayah Al-awam” juga mengkaji tentang lainnya seperti zakat, puasa, haji, nikah dan talak.
Selain “Hidayah Al-awam” Faqih Jalaluddin Al-asyi juga menulis beberapa karya lainnya seperti “Al-manzhar Al-ajla Al-martabah Al-a’la” (1152 H atau 1739M) “Safinah Al-hukkam Fitalkhish Al-khisam (muharram 1158 H atau 1745 M) dan Asrar Al-suluk Ila Al-mala’ Al-mulum.
Dari semua karya Syaikh Faqih Jalaluddin Al-asyi kitab “Safinah Al-hukkam” yang menjadi karya terbesarnya, kitab ini pengembangan dari “Hidayah Al-awam” yang mengkaji ilmu fiqih islam dengan kajian dan pembahasan yang lebih Luas dan Mendalam.
Semoga ALLAH Selalu Mencucurkan RAHMAD-NYA Kepada Ulama Aceh.
JANGAN PERNAH LUPA SEJARAH NANGGROE ACEH.

Post a Comment

0 Comments